Sindonews.com – Letusan Gunung Merapi yang terjadi
pukul 04.53 WIB Senin (18/11) kemungkinan merupakan letusan freatik (letusan
gas). Letusan freatik terjadi tanpa ditandai dengan kenaikan aktivitas gunung.
Pakar Kegunungapian UGM Dr Agung Harijoko mengatakan, letusan freatik itu penyebabnya adalah terjadinya pemanasan air hujan tertampung di dalam gunung. Karenanya, kemungkinan letusan bisa kembali terjadi.
“Data aktivitas vulkanik Merapi beberapa hari terakhir ini belum dirilis oleh BPPTK DIY, sehingga kami menganggap aktivitas Merapi masih normal. Jika kondisinya benar-benar normal, maka kemungkinan besar letusan Merapi tadi pagi ialah freatik. Apalagi beberapa hari kemarin, intensitas hujan di DIY cukup tinggi dan kemungkinan besar hujan deras juga terjadi di puncak Merapi,” ujar Agung, Senin (18/11/2013).
Agung menjelaskan, letusan freatik sangat mungkin terjadi karena kondisi puncak Merapi saat ini masih terbuka. Air hujan yang masuk hingga perut Merapi kemudian mengalami pemanasan oleh hawa panas yang dihasilkan magma.
Air yang terpanaskan ini kemudian menghasilkan uap yang makin lama akan semakin banyak dan memiliki energy yang cukup kuat.
“Akumulasi dari energi inilah yang bisa membuat terjadinya letusan dan menyemburkan material dari dalam perut Merapi," jelasnya.
Memang, lanjut Agung, jika dibandingkan dengan letusan magmatik atau letusan yang disebabkan karena produksi magma telah melebihi ambang batas, kekuatan letusan freatik jelas lebih kecil.
"Jadi letusan freatik masih mungkin terjadi lagi jika intensitas hujan di puncak Merapi masih tetap tinggi untuk beberapa hari ke depan,” papar Dosen Jurusan Teknik Geologi ini.
Menurut Agung, letusan Merapi tidak ada hubungannya dengan aktivitas Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang juga sedang tinggi. Meski terhubung oleh lempengan Sumatera-Jawa, sifat kedua gunung tersebut termasuk suplai magma yang terjadi memiliki perbedaan.
“Pergerakan lempeng bumi memang mampu memicu terjadinya gempa tektonik. Dan secara teori, gempa tektonik bisa menjadi salah satu pemicu meletusnya gunung berapi. Namun selama suplai magma baru tidak terbentuk, kecil kemungkinan gunung berapi bisa meletus,” imbuhnya.
Pakar Kegunungapian UGM Dr Agung Harijoko mengatakan, letusan freatik itu penyebabnya adalah terjadinya pemanasan air hujan tertampung di dalam gunung. Karenanya, kemungkinan letusan bisa kembali terjadi.
“Data aktivitas vulkanik Merapi beberapa hari terakhir ini belum dirilis oleh BPPTK DIY, sehingga kami menganggap aktivitas Merapi masih normal. Jika kondisinya benar-benar normal, maka kemungkinan besar letusan Merapi tadi pagi ialah freatik. Apalagi beberapa hari kemarin, intensitas hujan di DIY cukup tinggi dan kemungkinan besar hujan deras juga terjadi di puncak Merapi,” ujar Agung, Senin (18/11/2013).
Agung menjelaskan, letusan freatik sangat mungkin terjadi karena kondisi puncak Merapi saat ini masih terbuka. Air hujan yang masuk hingga perut Merapi kemudian mengalami pemanasan oleh hawa panas yang dihasilkan magma.
Air yang terpanaskan ini kemudian menghasilkan uap yang makin lama akan semakin banyak dan memiliki energy yang cukup kuat.
“Akumulasi dari energi inilah yang bisa membuat terjadinya letusan dan menyemburkan material dari dalam perut Merapi," jelasnya.
Memang, lanjut Agung, jika dibandingkan dengan letusan magmatik atau letusan yang disebabkan karena produksi magma telah melebihi ambang batas, kekuatan letusan freatik jelas lebih kecil.
"Jadi letusan freatik masih mungkin terjadi lagi jika intensitas hujan di puncak Merapi masih tetap tinggi untuk beberapa hari ke depan,” papar Dosen Jurusan Teknik Geologi ini.
Menurut Agung, letusan Merapi tidak ada hubungannya dengan aktivitas Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang juga sedang tinggi. Meski terhubung oleh lempengan Sumatera-Jawa, sifat kedua gunung tersebut termasuk suplai magma yang terjadi memiliki perbedaan.
“Pergerakan lempeng bumi memang mampu memicu terjadinya gempa tektonik. Dan secara teori, gempa tektonik bisa menjadi salah satu pemicu meletusnya gunung berapi. Namun selama suplai magma baru tidak terbentuk, kecil kemungkinan gunung berapi bisa meletus,” imbuhnya.